Pelalawan, Faktacepat.id – Setelah inspeksi mendadak dari sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang tergabung dalam komisi 12 yang bertanggung jawab atas ESDM, Lingkungan Hidup, dan Investasi di lahan penimbunan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) di kompleks industri PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) pada hari Kamis (8/5/2025), tiga hari kemudian, perusahaan yang dimiliki Sukanto Tanoto juga dikunjungi oleh Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengenai pembangunan pabrik tisu dan produk perawatan pribadi di bawah bendera Vinda Royal Golden Eagle (RGE) yang tidak memiliki izin, pada hari Ahad (11/5/2025).
Inspeksi mendadak dari lembaga negara ini menghasilkan konsekuensi hukum dengan dihentikannya pembangunan pabrik baru Vinda atas pelanggaran aturan yang dilakukan oleh Tanoto Sukanto dan kelompoknya. “Kejutan dari inspeksi mendadak yang dilakukan oleh DPR RI dan KLH menunjukkan bahwa negara tidak kalah dengan perusahaan nakal seperti RAPP,” ujar Ketua KAMMI Pelalawan, Wahyu Widodo, pada hari Senin (19/05/2025).
Sebagai aktivis yang berasal dari Desa Sering, Kecamatan Pelalawan, Wahyu mengapresiasi sanksi yang diberikan kepada RAPP oleh Deputi Penegakkan Hukum dan Deputi Pengendalian Limbah KLH sebagai bukti bahwa negara tidak main-main dalam menegakkan aturan lingkungan dan melakukan penyidikan serta penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan.
Menurut Wahyu, kedatangan pejabat pusat ke Pelalawan disebabkan oleh banyaknya pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan, terutama PT. RAPP, di negeri yang seharusnya sejalan ini. “RAPP beroperasi seperti entitas yang mandiri, sulit mengungkap pelanggaran yang mereka lakukan, bahkan anggota DPRD dan KLH pun dihadang untuk memasuki lokasi mereka, apalagi masyarakat Pelalawan. Mereka (RAPP) merupakan pelanggar yang konsisten, selama ini mereka terbebas dari sanksi. Mereka harus ditindak,” tegas Wahyu.
Sebagai warga Desa Sering, Kecamatan Pelalawan, yang berdekatan dengan kompleks industri RAPP, Wahyu mengetahui dampak lingkungan dari kegiatan anak perusahaan Raja Garuda Mas terhadap masyarakat Desa Sering. “Kami mengalami kesulitan mendapatkan pasokan air bersih; saat ini, masyarakat sedang berjuang untuk mendapatkan kompensasi air bersih dari RAPP. Banyak ikan di sungai tempat nelayan mencari rezeki mati akibat polusi. Ini harus menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Pelalawan yang harus disampaikan kepada komisi 12 dan KLHK,” ungkapnya.
Wahyu berharap bahwa KLH akan meninjau kembali izin pembangunan pabrik tisu dan produk perawatan pribadi Vinda yang didirikan oleh RAPP. Wahyu yakin bahwa masyarakat Desa Sering dan Pangkalan Kerinci akan menjadi yang terdampak langsung oleh pencemaran limbah B3 dan polusi udara yang dihasilkan. “Gurita Sukanto menyakiti kami,” tegasnya.
Editor: INR