RIAU, Faktacepat.id – Kasus dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di DPRD Provinsi Riau semakin mengungkap wajah suram penegakan hukum di tingkat daerah. Janji konferensi pers dari Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Riau yang dijadwalkan pada 19 Juni 2025, namun kembali dibatalkan tanpa alasan jelas pada 20 Juni, menimbulkan kecurigaan mendalam di kalangan publik. Penanganan kasus ini dinilai tidak sepenuhnya berpihak pada kepentingan rakyat.
Menurut Febriansyah Ketum Wilayah KAMMI Riau mengatakan, padahal sejumlah laporan dan pemeriksaan terhadap berbagai saksi telah dilakukan sejak tahun 2024, tetapi hingga saat ini belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan. Situasi ini bisa dikatakan sebagai bentuk penghinaan terhadap asas keadilan sekaligus pelecehan terhadap prinsip dasar penegakan hukum. Kondisi ini mencerminkan kegagalan serius dalam upaya menegakkan transparansi dan akuntabilitas di institusi hukum daerah.
“Perlu ditekankan, dana yang diduga dikorupsi melalui skema SPPD fiktif ini bukan milik elite politik Riau semata, melainkan uang rakyat yang seharusnya diperuntukkan bagi pelayanan publik, pembangunan infrastruktur, serta peningkatan akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang layak. Ironisnya, upaya pengusutan kasus ini yang tidak berjalan secara transparan justru memperkuat persepsi bahwa institusi hukum kehilangan kredibilitas dan marwahnya,” jelasnya melalui pesan WA, Jum’at (20/6).
Terlebih lagi, semangat pemberantasan korupsi yang digelorakan oleh Presiden Prabowo dalam Asta Cita, khususnya pada poin kelima mengenai penguatan sistem penegakan hukum yang bersih, bermartabat, dan terpercaya, seolah tidak diindahkan oleh aparat di tingkat daerah. Ketidaksesuaian antara kebijakan pusat dan implementasinya di lapangan menimbulkan rasa kecewa yang mendalam di kalangan masyarakat.
Menyikapi hal tersebut, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Wilayah Riau secara tegas mendesak Kapolda Riau agar segera mengambil langkah konkret dengan menetapkan tersangka tanpa adanya intervensi politik atau tekanan dari kalangan elit. Jika Dirkrimsus terbukti lalai atau terindikasi bermain-main dengan waktu dan proses hukum, sudah selayaknya ia dicopot demi menjaga integritas dan kredibilitas Institusi Polri.
Rakyat Riau tidak menginginkan sandiwara politik ataupun drama hukum, melainkan keadilan yang nyata dan menyentuh. Kasus SPPD fiktif ini merupakan ujian penting: apakah hukum di Riau tetap tunduk pada kekuasaan atau benar-benar berpihak pada rakyat yang menjadi sumber kedaulatan negara. “Sekaranglah saatnya aparat penegak hukum menunjukkan komitmen yang sesungguhnya demi menegakkan keadilan dan memperbaiki kepercayaan publik,” tutupnya
Penulis: Fajri
Editor : INR