Pelalawan, Faktacepat.id – Dunia pendidikan kembali tercoreng oleh ulah seorang oknum guru di SMP Negeri 3 Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan. Seorang siswa baru dilaporkan mengalami tekanan psikologis yang serius setelah menerima perlakuan tidak pantas dan bernada intimidatif dari salah satu guru, hanya karena keterlambatan pembayaran biaya seragam dan transportasi sekolah.
Insiden ini bermula saat guru bernama Refi menghubungi orang tua siswa melalui WhatsApp, menagih pembayaran uang seragam sebesar Rp 1.670.000 dan biaya transportasi sebesar Rp 200.000. Total keseluruhan yang harus dibayarkan adalah Rp 1.870.000. Namun, karena kondisi ekonomi keluarga yang sedang sulit, ibunda siswa menyampaikan bahwa ia belum dapat melunasi biaya tersebut karena masih menunggu gaji sang suami cair.
Alih-alih menerima penjelasan dengan sikap empatik, guru tersebut justru mengeluarkan pernyataan kasar yang menyinggung perasaan orang tua. “Kalau tidak sanggup, keluarkan saja anak itu. Masih banyak anak-anak lain yang ingin sekolah di sini,” ujar Bu Refi, sebagaimana disampaikan oleh orang tua siswa kepada media.
Ucapan tersebut sontak membuat keluarga terpukul. Tidak berhenti pada percakapan pribadi, pelecehan verbal juga terjadi di depan siswa lain. Ketika siswa dipanggil menggunakan pengeras suara, guru tersebut kembali mempermalukan anak tersebut dengan ucapannya.
“Kamu ini masih menumpang di 7A. Mana ibumu, kenapa belum juga datang?” tekan guru tersebut kepada anak didiknya.
Anak yang dalam kondisi tertekan mencoba menjawab bahwa ibunya tidak bisa hadir karena kendala transportasi. Namun, jawaban itu dibalas dengan kalimat yang lebih tajam, “Tidak bisa seperti itu. Kamu di sini masih menumpang.” Ironisnya, ucapan itu bahkan diulang kembali oleh guru tersebut saat masuk ke kelas, di hadapan seluruh siswa, tanpa sedikit pun mempertimbangkan dampak psikologis terhadap anak itu.
Tindakan ini jelas mencerminkan sikap yang sangat tidak pantas dari seorang pendidik. Alih-alih membimbing dan melindungi, guru tersebut justru menjadi sumber tekanan serta rasa malu yang mendalam bagi anak didiknya.
Ayah siswa yang mendengar langsung rekaman percakapan dan menyaksikan dampak psikologis terhadap anaknya segera mendatangi sekolah untuk meminta klarifikasi.
“Kami sangat kecewa dan marah. Seorang guru seharusnya memiliki akhlak mendidik, bukan merendahkan anak kami hanya karena belum bisa membayar uang seragam. Pendidikan bukan hanya untuk orang yang mampu saja!” tegas sang ayah.
Saat ini, anak tersebut mengalami trauma mendalam dan takut untuk kembali ke sekolah. Padahal, ia baru sepekan menjalani masa awal sebagai siswa baru. Rasa terasing, malu, dan ketidakberterimaan telah meruntuhkan semangat belajarnya.
“Kamu tidak bisa lagi sekolah di sini, karena orangtuamu tidak sopan,” tutup sang guru kepada anak tersebut sebelum meninggalkan ruang guru.
Editor: INR