Nasional, Faktacepat.id – Masyarakat Ketahanan Energi Indonesia (MKEI) merupakan organisasi independen yang secara intensif berfokus pada isu-isu ketahanan energi. Aktivitasnya meliputi program edukasi publik, advokasi kebijakan, hingga kajian strategis yang terencana. Sebagai penggerak utama, MKEI hadir untuk mewujudkan ketahanan energi nasional yang berkeadilan, berkelanjutan, dan berdaulat. Dalam konteks ini, sektor hulu minyak dan gas (migas) menjadi indikator penting, khususnya terkait dengan aspek ketersediaan energi (availability). Sayangnya, produksi hulu migas Indonesia terus menunjukkan tren penurunan, dengan rata-rata hanya mencapai 580 ribu barel per hari pada tahun 2025.
Ketua Umum MKEI, Awaf Wirajaya, menyatakan, “Untuk menyiasati tren penurunan produksi ini, MKEI berinisiatif menjajaki potensi kolaborasi dengan para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S), agar dapat berkontribusi secara tidak langsung dalam meningkatkan produksi nasional.”
Pada minggu ketiga dan keempat bulan Juni, MKEI mengadakan diskusi intensif dengan tiga K3S yang mewakili beragam spektrum perusahaan, yaitu BUMN, swasta nasional, dan internasional. Ketiga perusahaan tersebut adalah Pertamina Hulu Energi (PHE), Harbour Energy, dan Energi Mega Persada (EMP). PHE berperan sebagai entitas subholding upstream dari Pertamina (Persero). Harbour Energy merupakan perusahaan asal Inggris yang memiliki wilayah kerja di Meksiko, Argentina, Norwegia, Inggris, Jerman, Afrika Utara, serta Asia Tenggara. Sementara itu, EMP adalah anak usaha Bakrie Group yang beroperasi di Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Mozambik.
Hasil diskusi mengungkapkan berbagai tantangan yang muncul di wilayah kerja masing-masing perusahaan, termasuk kendala pembebasan lahan, penolakan eksploitasi sumber daya alam, isu tenaga kerja lokal, pemblokiran akses lokasi, demonstrasi, serta kecemburuan terhadap program Corporate Social Responsibility (CSR) prioritas. Menurut Awaf Wirajaya, “Setiap wilayah kerja tentu memiliki tantangan tersendiri. Namun, upaya kita adalah meminimalkan hambatan tersebut demi kelancaran operasi dan peningkatan produksi migas nasional.”
Dengan memetakan kendala di tiap wilayah kerja, MKEI akan menyusun skala prioritas yang bertujuan menciptakan hubungan harmonis antara K3S dan masyarakat sekitar. Dalam kerangka konsep ketahanan energi, penerimaan masyarakat terhadap proyek energi dikenal dengan istilah acceptability. Masyarakat yang menerima keberadaan eksploitasi energi akan menciptakan iklim operasional yang kondusif dan berkelanjutan.
“Silaturahmi dan diskusi ini membuka peluang bagi MKEI untuk bermitra dengan perusahaan-perusahaan dalam merumuskan solusi atas tantangan di wilayah kerja,” tutup Awaf Wirajaya dengan optimisme penuh.
Editor: INR