Mengayuh Bersama Rakyat: Kepemimpinan DR. H. Suardiman Amby, Ak.MM dalam Falsafah Jalur yang Menembus Dunia

RIAU, Faktacepat.id – Dari sebuah kabupaten yang tenang di tepian Sungai Kuantan, falsafah lokal bernama jalur menjelma menjadi pedoman kepemimpinan yang tidak hanya membumi, tetapi juga mulai menggema hingga kancah internasional. Di balik pergeseran zaman dan modernisasi, Kabupaten Kuantan Singingi menemukan pijakannya sendiri melalui nilai-nilai budaya yang dihidupkan dan ditafsirkan dalam kebijakan publik oleh seorang pemimpin visioner bernama DR. H. Suardiman Amby, Ak.MM.

Falsafah jalur bukan sekadar warisan budaya, melainkan semacam “kompas moral” yang mengarahkan pembangunan, kebijakan, dan relasi sosial di daerah ini. Bagi Suardiman Amby, jalur bukan sekadar perlombaan perahu panjang—ia merupakan metafora kepemimpinan: tentang kesatuan, ritme, pengorbanan, dan kerja kolektif yang terorganisir.

Menyatu dengan Arus, Menjadi Nahkoda Rakyat

Dalam tradisi Kuansing, jalur hanya dapat melaju kencang apabila semua pendayung bersinergi dalam gerak dan irama yang seragam. Prinsip esensial ini dihidupkan secara konsekuen oleh Suardiman dalam cara ia memimpin; bukan sebagai pengendali tunggal, melainkan sebagai pengarah yang bijaksana dan inspiratif.

Layaknya seorang juru kendali laju dalam perahu, ia memimpin dari belakang—mengawasi, mengarahkan, serta memastikan tidak ada yang tertinggal dalam perjalanan bersama. Kepemimpinannya berakar pada lima pilar utama falsafah jalur, yaitu:

1. Kesatuan dan kekompakan (Basamo mendayuang, basamo sampai)

2. Kepekaan terhadap ritme dan dinamika perubahan (Ndak bisa mendayung sembarang)

3. Kepemimpinan yang adil dan mengarahkan dengan bijak

4. Pengorbanan demi kepentingan bersama

5. Kemenangan sebagai hasil kerja kolektif yang solid

Falsafah ini tidak semata-mata menjadi slogan kosong, melainkan diimplementasikan secara konkret dalam praktik pemerintahan: melalui musyawarah mufakat dalam perencanaan pembangunan, pelibatan aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan, hingga pelaksanaan program-program yang berakar pada kebutuhan nyata dari masyarakat akar rumput.

Pembangunan yang Mendasar dan Membumi

Di bawah kepemimpinan Suardiman Amby, pembangunan tidak dipahami secara sempit sebagai pengembangan fisik semata, melainkan juga mencakup aspek sosial dan kultural. Infrastruktur jalan dibangun hingga ke pelosok-pelosok daerah, UMKM lokal diberdayakan secara strategis, serta sektor pertanian digerakkan dengan pendekatan partisipatif yang inklusif. Namun, di atas segala hal itu, pembinaan karakter masyarakat tetap menjadi prioritas utama.

Festival Pacu Jalur merupakan salah satu simbol krusial yang beliau angkat sebagai spirit kolektif masyarakat. Kegiatan ini tidak sekadar ajang perlombaan, melainkan momentum strategis untuk mempererat rasa kebersamaan sekaligus memperkokoh identitas budaya. Di tangan Suardiman, festival ini tidak lagi menjadi milik eksklusif Kuansing, melainkan menjadi magnet budaya yang menjangkau mancanegara.

Jalur Mendunia: Diplomasi Budaya dari Hulu ke Rantau

Berangkat dari semangat lokal yang autentik, falsafah jalur mulai memperoleh pengakuan di tingkat internasional. Festival Pacu Jalur berhasil menyita perhatian wisatawan asing dan pegiat budaya dari berbagai penjuru dunia. Dukungan tanpa henti dari Suardiman terhadap promosi event ini menjadikan Kuantan Singingi sebagai destinasi budaya unggulan, yang tidak hanya terkenal di Sumatra, tetapi juga dikenal oleh dunia global.

Lebih jauh lagi, konsep “jalur” telah menjadi simbol diplomasi budaya dalam forum-forum kebudayaan internasional, seperti Festival ASEAN, promosi budaya Indonesia di Malaysia dan Singapura, serta dalam penguatan kerja sama sister-city dengan beberapa daerah luar negeri.

Melalui jalur, dunia mulai memahami sebuah kearifan fundamental yang diajarkan masyarakat Kuansing: bahwa untuk mencapai tujuan besar, tidak ada yang lebih utama selain kekompakan, ritme yang harmonis, dan keadilan.

Menjaga Akar di Tengah Derasnya Modernisasi

Di tengah derasnya arus globalisasi dan digitalisasi yang kerap melunturkan identitas lokal, Kuantan Singingi justru mengokohkan akar budayanya. Di sinilah peran krusial Suardiman Amby: memastikan teknologi hadir sebagai alat yang mendukung tanpa menggerus kebudayaan, bahwa kemajuan diraih tanpa mengorbankan jati diri.

Dengan pendekatan yang membumi dan autentik, ia memimpin bukan dengan jargon semata, melainkan melalui keteladanan nyata. Ia hadir di tengah masyarakat, menyapa petani, berdialog dengan nelayan, serta mendengarkan suara-suara dari akar rumput secara langsung. Inilah potret seorang pemimpin sejati yang bukan hanya mengetahui arah, tetapi juga turut mendayung bersama rakyatnya.

DR. H. Suardiman Amby, Ak.MM., telah membuktikan bahwa falsafah lokal seperti jalur dapat dijadikan fondasi kepemimpinan yang efektif, humanis, dan relevan di era modern. Lebih dari itu, beliau berhasil membawa falsafah ini ke pentas internasional, membuktikan bahwa nilai-nilai lokal mampu menjadi inspirasi global.

Dalam lintasan panjang sejarah Kuantan Singingi, nama Suardiman Amby akan dikenang sebagai nahkoda yang membawa perahu rakyatnya mendayung jauh—dari sungai-sungai kecil menuju derasnya arus global.

 

Alzam Deri (Direktur LKBA JMSi Provinsi Riau)

Editor: INR

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *