Menepis Isu dan Meluruskan Fakta: Abdullah, M.Pd dan Komitmennya untuk Kesejahteraan Rakyat Riau

RIAU, Faktacepat.id – Dalam pusaran pemberitaan yang sempat menyeret nama Abdullah, M.Pd, anggota DPRD Provinsi Riau dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), muncul berbagai tudingan yang kurang berdasar. Media ini mencoba memberikan sudut pandang yang lebih jernih dan mengedepankan klarifikasi langsung dari beliau, demi meluruskan kabar miring serta menegaskan komitmennya dalam memperjuangkan kesejahteraan masyarakat Riau.

Berita adalah senjata pedang bermata dua: bisa membangun, bisa pula meruntuhkan. Ketika sebuah media tanpa konfirmasi memuat sebuah artikel yang menyebut-nyebut H. Abdullah, M.Pd sebagai “mata dan telinga” PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), situasi menjadi agak panas di ruang publik. Tidak tanggung-tanggung, politikus dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga wakil rakyat dari Daerah Pemilihan (Dapil) Riau 6 itu disebut-sebut sebagai sosok yang membekingi perusahaan raksasa tersebut.

Namun, mari kita selami kejernihan air dan cerita di balik kabar ini. Abdullah dengan tegas, malah dengan senyum ringan dan istighfar, menanggapi fitnah tersebut: “Astaghfirullah, saya disebut-sebut bekingan RAPP itu fitnah tanpa konfirmasi kepada saya dan tanpa bukti. Padahal sy org kecil yg dibesarkan org org kecil, aktifis buruh yang justru sering berhadap hadapan dg RAPP dan perusahaan perusahaan sawit.” Ucapan yang lugas ini mengingatkan kita pada pentingnya verifikasi sebelum menebar opini yang bisa mencemarkan nama baik seseorang.

Bukannya tanpa alasan, Abdullah sendiri pernah bekerja di RAPP. Namun, ia menegaskan bahwa dukungannya berakar pada solidaritas dengan kawan-kawan buruh yang berharap ada wakil rakyat yang benar-benar memperjuangkan kesejahteraan mereka. Sangatlah berbeda antara menjadi bagian dari perusahaan dan menjadi pembela hak-hak buruhnya. Ini adalah perbedaan halus yang kerap luput dari perhatian pembuat isu.

Tidak berhenti di situ, Abdullah juga disebut-sebut “menyerang” direktur PT SPR, sebuah perusahaan milik Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Riau. Lagi-lagi, tudingan ini perlu diluruskan. Abdullah menjelaskan dengan gamblang, “Saya tidak menyerang, tetapi saya hanya ingin direktur Trada sekarang menyelesaikan pekerjaannya terlebih dulu baru kita evaluasi,” jelasnya, Minggu (21/9) saat di konfirmasi lewat Aplikasi WhatsApp.

Ia mempertanyakan pula tudingan yang mengaitkan dirinya dengan penahanan pemberhentian direktur PT TRADA terkait kerjasama dengan RAPP. “lah yang berkontrakkan LPHD Kampar, bukan Trada? Saya justru bertanya tanya, apa semua orang yang mendapat beasiswa perusahaan kemudian dia otomatis jadi mata dan telinga perusahaan? Apa ribuan mahasiswa yang dapat beasiswa pemerintah provinsi menjadi mata dan telinga pemerintah provinsi? Tapi ya sudahlah. Ini mungkin karna saya membuka kondisi hampir semua BUMD yang kronis” ujarnya retoris menandakan bahwa tudingan tersebut tidak berdasar.

Dalam dinamika politik dan pemerintahan, wajar jika ada protes atau minta tinjauan atas suatu kebijakan. Abdullah pun mengambil sikap serupa ketika meminta untuk meninjau ulang kebijakan gubernur terkait perubahan plat angkutan di Riau. Tujuannya jelas: “mengkaji itu beda dengan menolak. Saya minta dikaji, misalnya berdasarkan kontrak. Kalau kontrak di bawah 6 bulan, bisa terapkan skema retribusi, atau sumbangan pihak ketiga untuk maintenance jalan. Kalau di atas enam bulan, bisa dengan ganti plat. Tidak dipukul rata, agar perusahaan itu tidak kucing-kucingan juga yang akhirnya pendapatan daerah juga tidak didapatkan. Sedangkan jalan tetap rusak,” pungkasnya.

Dalam konteks ini, kita diajak untuk merenung kembali bagaimana berita dan opini bisa membangun atau justru menghancurkan. Abdullah, seorang wakil rakyat yang pernah menjadi bagian dari komunitas buruh, justru berkomitmen memperjuangkan suara mereka dan masyarakat luas. Tuduhan tanpa bukti dan tanpa konfirmasi bukan saja mengalihkan perhatian dari isu-isu sebenarnya, tapi juga mengikis kepercayaan masyarakat terhadap figur yang sejatinya berjuang di barisan depan.

Jadi, apakah kita mau menjadi penonton yang pasif menerima kabar mentah mentah? Atau menjadi pembaca kritis yang menelaah dengan bijak, memberikan ruang bagi kebenaran untuk menyala? Abdullah adalah pengingat kita semua, bahwa tanpa klarifikasi dan dasar yang kuat, “berita” bisa menjadi ladang fitnah yang berbahaya.

“Mari kita jaga kewarasan informasi, jaga nama baik sesama, dan terus dorong peran media yang bertanggung jawab. Dengan begitu, dialog dan diskursus yang sehat akan semakin berkembang, membangun masa depan Riau yang lebih baik bersama,” tutupnya

 

Editor : INR

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *