Klarifikasi Anak Cucu Batin Sulung: “Kami Hanya Mengambil Hasil Alam, Bukan Merambah Lahan”

Pelalawan, Faktacepat.id – Menanggapi berbagai isu dan tudingan yang berkembang seputar penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT) di kawasan hutan lindung Desa Kesuma, Kecamatan Pangkalan Kuras, cucu dari Batin Sulung, Yusri Aldi, memberikan pernyataan resmi. Melalui klarifikasi tertulis, ia menguraikan riwayat penguasaan lahan yang kini menjadi sumber polemik.

Yusri Aldi menjelaskan bahwa kakek buyutnya, Haji Batin Sulung, adalah tokoh adat setempat yang sejak tahun 1978—sebelum penetapan kawasan hutan oleh pemerintah—telah memanfaatkan lahan tersebut secara turun-temurun untuk kehidupan keluarganya.

“Sampai tahun 1996, kakek buyut kami, Haji Batin Sulung, telah mengelola lahan tersebut sebagai sumber penghidupan,” ujar Yusri Aldi, Jumat (11/7/2025).

Kemudian, lahan yang awalnya berupa semak belukar itu diambil alih oleh anak perusahaan Indah Kiat sebagai bagian dari konsesi hutan industri PT Arara Abadi. Namun demikian, tanaman kehidupan yang telah tumbuh selama bertahun-tahun di lahan tersebut—yang merupakan warisan dari sang kakek buyut—masih dimanfaatkan oleh anak cucu untuk mengambil hasil alam berupa buah-buahan dan madu lebah yang bersarang di batang sialang.

“Kami, anak cucu Batin Sulung saat ini, hanya mengambil hasil alam dari lahan tersebut, seperti madu sialang, asam kandis, mangkuluwang, serta tumbuhan liar seperti rambutan, durian kampung, cempedak, kencung, dan rotan,” ungkap Yusri Aldi.

Ia juga menguraikan secara rinci tanaman yang telah ditanam oleh almarhum Batin Sulung pada tahun 1978, antara lain: sebelas batang rambutan, satu batang asam kano’i, dua batang durian kampung, serta cempedak, kencung, dan bambu.

Yusri menegaskan bahwa aktivitas mereka bukanlah perambahan atau perusakan kawasan hutan, melainkan sebatas pengambilan dan pemeliharaan tanaman hasil alam yang telah ada turun-temurun selama puluhan tahun. Penjelasan ini, menurutnya, sangat penting agar publik tidak salah paham dan agar tudingan tidak jatuh pada pihak yang tidak bersalah.

Sebagai masyarakat desa yang hidup di tepi hutan, Yusri mengaku bahwa mereka menggantungkan hidup dari hasil hutan seperti madu dan buah-buahan. Tidak ada aktivitas yang mengubah fungsi hutan apalagi menjadikannya sebagai lahan sawit.

“Kami tidak melakukan penebangan hutan, apalagi mengubahnya menjadi kebun sawit. Yang kami lakukan adalah melestarikan hasil alam tradisional yang diwariskan sejak zaman leluhur,” tegas Yusri.

 

Editor: INR

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *