Kejaksaan Negeri Pelalawan Menghentikan Penuntutan Melalui Pendekatan Restorative Justice dalam Kasus Penganiayaan

Pelalawan, Faktacepat.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Pelalawan kembali menghentikan proses penuntutan perkara melalui pendekatan Restorative Justice (RJ) pada Selasa (27/5/2025) di ruang aula Restorative Justice Desa Makmur, Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan.

 

Penghentian ini terjadi terhadap perkara tindak pidana Penganiayaan yang melibatkan tersangka Muhammad Abadi Lubis Als Lubis Bin Muhammmad Said Lubis. Keputusan ini disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum), Asep Nana Mulyana, setelah dilakukan ekspos daring pada Senin, 26 Juni 2025.

 

Ekspos tersebut dipimpin oleh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Riau, Rini Hartatie, didampingi oleh Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum), Silpia Rosalina. Mereka mengajukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada JAM Pidum dan Direktur A, Nanang Ibrahim Soleh, terkait perkara dari Kejari Pelalawan melalui sesi daring.

 

Perkara yang dihentikan adalah kasus penadahan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 Ayat ke-1 KUHP, dengan tersangka bernama Muhammad Abadi Lubis. Keputusan ini diambil setelah proses telaah hukum yang cermat.

 

Keputusan penerapan Restorative Justice oleh JAM Pidum didasarkan pada pemenuhan unsur-unsur yang disyaratkan dalam Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Restorative Justice. Restorative Justice tidak mengabaikan hukum, melainkan menggunakannya sebagai sarana pemulihan, bukan semata sebagai alat penghukuman.

 

Kepala Kejaksaan Negeri Pelalawan, Asrijal SH, MH, menjelaskan kronologi perkara antara tersangka Muhammad Abadi Lubis dan korban Arbaini, pasangan Suami Istri yang bercerai pada tahun 2005. Meskipun keduanya tinggal terpisah, rumah pencarian bersama masih diakui.

 

Pada suatu hari, tanggal 21 Februari 2025, tersangka datang ke rumah korban untuk mengunjungi anaknya. Konflik muncul saat tersangka mencari bingkai surat nikah orang tuanya yang dipajang di rumah korban, tetapi tidak dapat menemukannya.

 

Perselisihan terjadi ketika korban mengklarifikasi lokasi bingkai tersebut kepada tersangka, yang berujung pada aksi fisik dari kedua belah pihak. Perbuatan tersangka menyebabkan korban mengalami cedera fisik, mengganggu kemampuan kerjanya sebagai penjahit.

 

Berkas perkara telah dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU). Melalui mediasi, korban menyatakan kesediaannya memaafkan tersangka. Kesepakatan damai ini memperoleh dukungan luas dari masyarakat dan menghasilkan rencana penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2).

 

Rencana ini akan membebaskan tersangka dari tahanan. Restorative Justice, dengan mengutamakan perdamaian, telah memperbaiki hubungan antara keduanya dan memastikan kesejahteraan anak-anak tetap terjaga.

 

Editor: INR

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *