Pelalawan, Faktacepat.id – Memasuki usia ke-79 tahun, Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) seharusnya menjadi tonggak prestasi dan integritas dalam penegakan hukum. Namun, publik Riau justru dihadapkan pada ironi yang menyakitkan: melemahnya kredibilitas aparat penegak hukum di Bumi Lancang Kuning. Sorotan tajam tertuju pada lambannya proses hukum kasus korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif DPRD Riau, yang hingga kini belum menetapkan satu pun tersangka.
Pengurus Wilayah Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (PW Hima Persis) Riau menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas ketidakjelasan hukum dalam kasus besar tersebut, kendati proses penyelidikan telah berlangsung selama berbulan-bulan. Berdasarkan data yang beredar di masyarakat, Polda Riau telah memeriksa lebih dari 401 saksi, menyita barang bukti dengan nilai miliaran rupiah, serta mengamankan berbagai aset hasil tindak pidana korupsi. Namun, yang ironis, sampai hari ini tidak ada satu nama pun yang diumumkan sebagai tersangka.
Ketua PW Hima Persis Riau, Zul Ihsan Ma’arif, mengungkapkan kegelisahannya terkait situasi ini dengan penuh ketegasan.
“Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021, bukti yang ada seharusnya sangat memadai untuk melangkah ke tahap penetapan tersangka. Terlebih lagi, asas lex specialis derogat legi generali—yang menyatakan hukum khusus mengesampingkan hukum umum—harusnya ditegakkan dalam penanganan korupsi. Oleh karena itu, penundaan tanpa kepastian hanya akan memperparah ketidakpercayaan publik terhadap institusi penegak hukum,” tegas Zul Ihsan.
Lebih lanjut, ia menegaskan agar proses hukum tidak hanya tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
“Kami mendesak Kapolda Riau untuk bersikap adil tanpa pilih kasih. Siapapun yang terlibat, baik oknum pejabat, Aparatur Sipil Negara (ASN), maupun legislator, harus segera ditetapkan sebagai tersangka dan diadili sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini bukan sekadar perihal korupsi, melainkan masalah keadilan dan masa depan integritas demokrasi lokal di Riau,” ujarnya penuh semangat.
Selain itu, Zul Ihsan menilai bahwa pembiaran kasus korupsi semacam ini mencerminkan lemahnya mekanisme kontrol internal maupun eksternal terhadap kinerja aparat penegak hukum.
Oleh karena itu, PW Hima Persis Riau mengimbau seluruh elemen masyarakat sipil, organisasi mahasiswa, akademisi, serta media massa untuk terus mengawal perkembangan kasus ini secara konsisten. Jangan sampai momentum peringatan ke-79 Tahun Polri hanya menjadi seremonial semu tanpa refleksi mendalam terhadap tugas utama institusi tersebut: melindungi, mengayomi, dan menegakkan hukum secara adil tanpa kecuali.
Editor: INR