Temuan Lapangan: Pemerintah Desa Lubuk Kembang Bunga Terbitkan SKT dan KTP Domisili Palsu

Pelalawan, Faktacepat.id – Brigjen TNI Dody Triwinarno, S.I.P., M.Han., mengungkapkan tingkat kerusakan kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) yang sangat memprihatinkan. Berdasarkan hasil identifikasi Tim Satgas Perlindungan Kawasan Hutan (PKH), dari total luas kawasan sekitar 81.793 hektare, hanya tersisa sekitar ±12.561 hektare hutan yang masih lestari. Perambahan masif dan pembukaan lahan ilegal telah menimbulkan degradasi parah pada ekosistem hutan yang merupakan habitat vital bagi satwa langka serta berperan sebagai penyeimbang iklim.

Dalam rapat yang digelar di Kejaksaan Agung Republik Indonesia pada Jumat, 13 Juni 2025, terungkap berbagai persoalan kompleks yang menjadi akar kerusakan parah kawasan hutan TNTN. Faktor-faktor tersebut juga menghambat upaya penertiban kawasan hutan ini.

Beberapa permasalahan yang diidentifikasi antara lain adalah dugaan adanya dokumen kependudukan dan pertanahan palsu, termasuk SKT, KTP, serta penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang terbit di kawasan hutan. Modus penguasaan lahan di kawasan TNTN diduga kuat melibatkan penggunaan KTP dan SKT palsu yang diterbitkan oleh pemerintah Desa serta Pemerintah Kabupaten Pelalawan, tanpa mengindahkan instruksi Presiden RI dan Gubernur Riau.

Selain itu, ditemukan sebanyak 1.805 SHM tanah yang berada di dalam kawasan Hutan Taman Nasional Tesso Nilo, yang diduga terkait dengan praktik pungutan liar (pungli) yang melibatkan aparat Pemerintah Desa dan Pemerintah Kabupaten Pelalawan. Kondisi ini menimbulkan indikasi kuat adanya tindak pidana korupsi dalam pengelolaan lahan tersebut.

Wakil Komandan Satgas PKH, Brigjen Dody Triwinarno S.I.P., M.Han., menjelaskan bahwa penguasaan lahan di kawasan hutan TNTN ini sebesar 60 persen dikuasai oleh warga pendatang dari luar Provinsi Riau, sedangkan 30 persen berasal dari luar Kabupaten Pelalawan, dan sisanya 10 persen adalah warga dari luar Kecamatan, sebagaimana disampaikan pada Minggu, 15 Juni 2025.

Sebagian besar penduduk yang bermukim di kawasan tersebut berasal dari luar daerah. Sarana dan prasarana telah berkembang, termasuk pembangunan tempat ibadah, sekolah, serta jaringan listrik di dalam kawasan hutan. Meluasnya perambahan ini semakin memicu potensi konflik antara manusia dengan satwa liar, seperti gajah dan harimau, yang habitatnya terusik dan terganggu.

Dalam penyampaiannya, Jaksa Agung RI berharap penanganan kasus TNTN dapat dijadikan proyek percontohan nasional dalam upaya penyelamatan kawasan hutan serta pengelolaan relokasi penduduk secara manusiawi dan berlandaskan hukum. Ia juga menekankan pentingnya menjaga integritas dan profesionalisme dalam setiap langkah tindak lanjut hasil rapat tersebut.

“Kasus ini bukan sekadar isu penegakan hukum atau perlindungan lingkungan semata, melainkan menyangkut nasib ribuan warga sekaligus masa depan ekosistem hutan kita. Oleh karena itu, harus ada sinergi kuat antar kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah,” tegas Wakil Komandan Satgas PKH, Brigjen Dody.

Satu hal positif dari langkah Satgas PKH di TNTN adalah terciptanya efek serius dan ancaman nyata bagi para perambah hutan negara yang selama ini tidak pernah ditindak tegas secara serius dan konkret. Saat ini, negara harus hadir secara nyata untuk menegakkan kedaulatan hukum dan mengembalikan fungsi kawasan konservasi tersebut.

Penyusutan luas TNTN akibat perambahan dan alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit ilegal, disertai dugaan praktik korupsi yang melibatkan oknum aparat, menjadi fokus perhatian utama. Penyelesaian masalah ini menuntut tindakan tegas dari pemerintah pusat dan koordinasi lintas sektor yang efektif.

“Keberhasilan kita di Tesso Nilo akan menjadi cerminan bagi upaya serupa di taman nasional lain di Indonesia. Mari kita bekerja demi kepentingan masyarakat luas, bukan sekadar segelintir kelompok,” pungkasnya.

 

Editor: INR

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *