Riau, Faktacepat.id – Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam menjalani kehidupan, ia senantiasa berinteraksi dengan orang lain, baik secara individu, kelompok, maupun dalam lingkup masyarakat yang lebih luas. Interaksi ini kemudian melahirkan nilai-nilai, norma, dan tatanan kehidupan yang telah terbentuk sejak dahulu kala dan menjadi landasan dalam membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam memenuhi keperluan hidup, manusia menggunakan akal dan budinya untuk mencipta, mengembangkan, serta menjaga kesinambungan kehidupannya. Dari kemampuan inilah budaya lahir yakni hasil cipta, rasa, dan karsa yang menjadi identitas suatu peradaban. Keberagaman budaya yang hadir di tengah masyarakat merupakan cerminan kekayaan batin dan spiritual suatu bangsa. Budaya yang majemuk, bila dikelola secara bijaksana, justru menjadi kekuatan utama dalam membangun peradaban yang kuat dan harmonis.
Namun, realitas hari ini memperlihatkan bahwa gesekan antarkelompok atau sektoral sering kali muncul, menciptakan ketegangan sosial yang tidak membawa manfaat. Situasi ini mencerminkan semakin melemahnya kepekaan terhadap nilai-nilai budaya dan kurangnya kesadaran akan pentingnya menjaga keharmonisan dalam keberagaman. Maka dari itu, kesadaran berbudaya menjadi sangat penting sebagai landasan dalam membina kehidupan sosial yang damai dan saling menghormati.
Budaya bukan sekadar warisan simbolik, tetapi merupakan warisan luhur yang diturunkan oleh para leluhur terbangun dari pengalaman, kebijaksanaan, dan budi pekerti yang luhur. Warisan ini harus dijaga, dirawat, dan dilestarikan dengan penuh tanggung jawab serta kesadaran. Pelestarian budaya bukanlah tugas seremonial semata, melainkan panggilan moral untuk merawat jati diri bangsa.
Kesadaran berbudaya juga mencakup keterbukaan terhadap pertemuan dan persinggungan antarbudaya, terutama dalam era globalisasi yang menghadirkan berbagai nilai dan pengaruh dari luar. Dalam konteks ini, akal budi manusia diuji: sejauh mana ia mampu menjaga warisan budayanya sendiri, sambil tetap terbuka dan bijaksana dalam menerima perbedaan. Kesadaran inilah yang akan melahirkan sikap saling menghargai, saling menguatkan, dan bersatu dalam perbedaan.
Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) sebagai penjaga marwah dan nilai adat istiadat masyarakat Melayu, memiliki tanggung jawab besar untuk tampil sebagai pelindung, pengarah, dan penguat nilai-nilai budaya di tengah masyarakat. Kekerabatan, sistem sosial, dan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan turun-temurun harus senantiasa dijadikan pedoman dalam menyikapi dinamika kehidupan masa kini.
Para pemangku adat, khususnya para datuk dan pengurus LAMR Kota Dumai, seyogyanya menguasai sejarah dan memahami kearifan lokal sebagai pondasi dalam mengambil setiap keputusan. Sejarah bukan sekedar catatan masa lalu, tetapi sumber hikmah yang membimbing langkah masa depan.
Semangat yang harus dikedepankan adalah semangat untuk menyatukan, bukan memecah; membangun, bukan menyalahkan; menghormati, bukan merendahkan; serta menjaga, bukan mencurigai. Budaya hanya akan lestari jika dijaga bersama dalam suasana saling percaya dan saling menghargai.
LAMR diharapkan menjadi pelopor dalam menciptakan harmoni antarbudaya dan antarsektor. Keberagaman yang ada bukanlah ancaman, tetapi kekayaan yang memberi warna pada kehidupan. Tugas kita bersama adalah menjadikan keberagaman tersebut sebagai kekuatan yang memperkukuh persatuan, serta menjadikannya sebagai pilar utama dalam membangun peradaban yang maju dan berakar pada nilai-nilai luhur bangsa.
Penulis:
ARIF BUDIMAN.S.S.